Rektor Kulliya Dakwah Lebanon Kunjungi Menag Bahas Krisis Timur Tengah

 Rektor Universitas Kulliya Dakwah,  bersama  Menag Lukman Hakim Saifuddin.
 
JAKARTA - Rektor Universitas Kulliya Dakwah, Beirut Lebanon,  Abd Nasir Jabriy mengunjungi Indonesia dan bertemu dengan beberapa tokoh Islam di Tanah Air, salah satunya Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
          
Kedatangan Rektor disambut Menag di Ruang Kerja Menag, Gedung Kemenag Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu sore. 
Ikut mendampingi Menag, Direktur Diktis Amsal Bachtiar, Sesditjen Bimas Islam Muhammadiyah Amin, dan Kabag TU Pimpinan (Sesmen) Khoirul Huda.

“Kami telah berkunjung ke India, lalu ke sini di Indonesia, kemudian ke Malaysia. 
Kunjungan kami selain bersilaturahim dengan saudara se-iman dan se-agama, juga ingin mengingatkan tentang konflik di Timur Tengah yang kemungkinan besar bisa menjalar ke negara lain, khususnya tiga negara ini,” terang Nasir.
          
Konflik ini, lanjut  Nasir, bukan tentang agama, bukan pula tentang ideologi atau aliran, tapi karena politik. Timur Tengah mengalami kekosongan kepemimpinan karena tidak ada pemimpin kuat. 
Setelah gagal mengadudomba Umat Islam melalui aliran, mereka mengadu melalui suku dan ras. 
“Ketika hal tersebut kurang efektif, mereka mengadudomba saudara-saudara kita dengan faham Takfiri. Faham yang mengkafirkan orang lain yang beda dengan kita dan diperbolehkan menumpahkan darah,” cerita Rektor.
          
Menurutnya, Faham Takfiri digunakan untuk kepentingan politik dengan cara mengadudomba dan memecah Umat Islam, dan itu berhasil. 
Nasir mengaku prihatin dengan keadaan ini dan mengimbau agar Indonesia mempersiapkan diri sehingga tidak sampai mengalami keadaan seperti yang terjadi di Timur Tengah. 
Nasir juga mengajak Menag Lukman dan Indonesia untuk bekerja sama dalam membendung maraknya Faham Takfiri ini.
        
Menag Lukman membenarkan, bahwa akar masalah Timur Tengah adalah masalah Politik. Menurutnya, politik lah akar dari masalah di Timur Tengah. Menag berterima kasih atas atensi Rektor dan masyarakat Lebanon terhadap  kondisi di Indonesia dan negara lainnya.
          
“Alhamdulillah, kami Indonesia mempunyai banyak Ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah dan lain sebagainya yang berfaham moderat. Ormas-ormas tersebut sebenarnya yang menjaga Indonesia,” tutur Menag.
        
“Para orang tua kami, guru kami, mengajarkan, bahwa perbedaan adalah rahmat. Keragaman sangat positif bagi kami. Karena dengan adanya perbedaan, Tuhan memberi kemudahan bagi kami untuk memilih, karena semua ideologi atau aliran mempunyai dasar hukum dan dasar agama yang bisa dipertanggungjawabkan,” tambahnya. (g-penk/mkd/mkd)




Share this

Related Posts

Previous
Next Post »